Kutipan, copy Paste, rangkuman, salinan dan pengarsipan tulisan-tulisan dari berbagai sumber untuk kepentingan pribadi pengelola blog ini.

2008/10/07

Menyisir Kristenisasi di Selatan Jawa

al-islahonline.com : Selatan Jawa diterjang Kristenisasi. Modusnya, mulai dari pembagian sembako sampai jalur pendidikan. Ironisnya, aparat berwenang seakan tutup mata. Umat Islam harus lebih waspada.

Begitu mendengar istilah Kristenisasi, Anda mungkin menganggapnya biasa. Bahkan, mungkin ada yang menilai usaha pendangkalan akidah umat ini sebagai persoalan kecil. Lebih kecil ketimbang urusan politik, ekonomi dan sosial lainnya. Dengan kata lain, tidak penting untuk dibicarakan.

Bisa jadi, anggapan dilatari oleh dua hal. Pertama , maraknya Kristenisasi di Nusantara. Berdasarkan laporan Forum Antisipasi Kegiatan Pemurtadan (FAKTA), dalam sepuluh tahun terakhir ini, kasus-kasus pengikisan akidah umat makin menggeliat di berbagai daerah di Indonesia, seperti di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Irian Jaya dan lainnya.

Hampir setiap hari, umat Islam menerima laporan kasus Kristenisasi. Karena seringnya mendengar kasus itu, boleh jadi, respon umat terhadap Kristenisasi jadi “biasa-biasa” saja. Bukankah, sesuatu yang awalnya istimewa, tapi karena sering disebut jadi biasa.

Kedua , peran media dalam memberitakan kasus Kristenisasi yang relatif minim. Misalnya, pemberitaan kasus “penculikan” anak-anak Aceh pasca tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dua tahun silam sempat mencuat. Namun tidak punya tindak lanjut lagi.

Karenanya, kami mengangkat topik ini dengan dua tujuan: advokasi kepentingan terhadap umat sekaligus sarana mengingatkan umat agar selalu waspada terhadap segala gerakan yang berusaha merusak keimanan mereka.

Kali ini, kami berusaha menyisir gerakan pendangkalan akidah kaum Muslimin di sepanjang wilayah Pantai Selatan Jawa, dari Jawa Timur hingga Jawa Barat. Menilik luasnya wilayah Pantai Selatan Jawa itu, liputannya dibagi dalam dua wilayah garapan Jawa Timur-Jawa Tengah dan Jawa Barat. Selama beberapa hari, wartawan Sabili menyisir secara acak wilayah Lumajang, Blitar, Bantul (Yogyakarta) dan Kebumen. Sementara itu, kontributor Sabili di Bandung diminta untuk melacak jejak Kristenisasi di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya.

Hasilnya? Gerakan Kristenisasi menggeliat dengan segala cara. Mulai dari cara-cara konvensional, seperti pemberian sembako dan dana, sampai cara-cara baru seperti lewat jalur pendidikan. Pengikisan akidah umat juga dilakukan dengan cara-cara keji, seperti dipacari, dihamili, dinikahi kemudian dimurtadkan. Bahkan, mereka tidak segan-segan melabrak aturan yang ada agar tujuannya tercapai.

Di Tempursari, Lumajang, Jawa Timur, misalnya. Selain melalui renovasi gereja besar-besaran, Kristenisasi dilakukan melalui jalur pendidikan dengan menguasai pucuk pimpinan sekolah dari SD hingga SMU. Untuk tujuan Kristenisasi tersebut, sejumlah sekolah Kristen bahkan memberikan biaya gratis kepada anak-anak Muslim yang mendaftar ke sekolah tersebut.

Kristenisasi juga marak di Blitar, Jawa Timur. Secara terang-terangan, kaum Kristen menyulap sejumlah gedung serba guna sebagai tempat kebaktian. Mereka juga giat mendirikan “gereja liar” di perkampungan-perkampungan Muslim, meskipun warga setempat menentangnya.

Bahkan, karena kegigihannya, mereka berhasil mengganti agama mayoritas warga Kecamatan Ndoko, kira-kira 30 km dari Blitar, daerah di timur Kecamatan Wlingi menjadi mayoritas Kristen. Warga Muslim yang pada tahun 1970-an berjumlah 90%, kini hanya tinggal 20%.

Gelombang Kristenisasi tak hanya menenjang Lumajang dan Blitar. Yogyakarta juga mengalami hal serupa. Di sini, kaum Salibis memanfaatkan bencana alam sebagai pintu masuk Kristenisasi. Di Piyungan, Bantul, misalnya, meski penganut Kristen hanya 5 KK, tapi mereka telah berhasil membangun gereja besar senilai Rp 250 juta.

Kristenisasi juga menyerang masyarakat Jawa Barat. Secara rutin, kaum Salibis mendatangi warga dan mengajak mereka masuk Kristen. Sasarannya adalah daerah-daerah terpencil yang minus pemahaman agamanya, seperti di Cikoneng, Cikembulan, Palangon, Ciranjang dan Lembah Karamel di Cianjur.

Anehnya, meski gerakan Kristenisasi seakan tampak di depan mata, tapi aparat berwenang seolah tutup mata. Laporan warga soal maraknya Kristenisasi, tidak digubris. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Aparat sama sekali tidak menindak kaum Salibis yang menjalankan Kristenisasi dengan cara-cara ilegal. Jika itu terus berlanjut, dikhawatirkan masyarakat menempuh jalan anarkis. Pilihan yang tak diinginkan siapa pun. (sabili)

4 komentar:

  1. Lawan, mari berjihad di jalan Allah.. Sesungguhnya nasrani dan yahudi tak.akan pernah berhenti mengajak kita pada kesesatan.. ALLAHU AKBAR!!

    BalasHapus
  2. Doyan ya Berita Hoax data cuma pemberitaan tanpa disertai bukti nyata dan kongkrit, cuma dilihat pemberitaan sepihak saja,

    BalasHapus
  3. Kok bisa bilang hoak berarti pembawa berita dan Google maps jg hoaxs.ini pembelaan Muslim kepada Muslim lainnya.ini wajar.d depan singa di belakang laut madza sata'malun jabaltorik

    BalasHapus
  4. Hoax ma makanan orang itu

    BalasHapus

Jangan di spam ya bro ....